Rusia Gagal Bayar Utang, Jangan-jangan Ikuti  Sri Lanka?

Ilustrasi (Dok: Net)

MOSKWA (PNC) – Untuk kali pertama dalam satu abad Rusia gagal bayar utang luar negeri (default), sebagai dampak dari sanksi atas invasi ke Ukraina.

Pada Senin (27/6/2022), sebanyak dua pembayaran utang Rusia diblokir dan tidak sampai ke kreditur.

Sanksi ekonomi Barat sebagian besar memutus negara itu dari sistem keuangan internasional, sehingga sulit bagi Rusia untuk membayar utangnya.

Lalu, apakah nasib Rusia akan seperti Sri Lanka bangkrut karena juga gagal membayar utang?

Seperti diketahui, Sri Lanka menderita krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1948.

Krisis Sri Lanka bangkrut terjadi setelah gagal bayar utang luar negeri 51 miliar dollar AS (Rp 757,5 triliun) pada April. Negara itu kini sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk bailout (bantuan keuangan guna menyelamatkan dari kebangkrutan) yang bisa memakan waktu berbulan-bulan.

Dampak dari Sri Lanka krisis adalah kelangkaan bahan-bahan pokok termasuk BBM hingga pemadaman listrik berkepanjangan.

Kremlin bantah Rusia gagal bayar utang

Otoritas Rusia bersikeras mereka memiliki dana untuk membayar utang negara itu, dengan menyebut kesulitan tersebut sebagai lelucon dan menuduh Barat sengaja berusaha membuat Rusia gagal bayar utang.

“Tidak ada alasan untuk menyebut situasi ini sebagai default,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan dikutip dari AFP, setelah batas waktu pembayaran utama berakhir pada Minggu (26/6/2022).

“Klaim tentang default ini benar-benar salah,” lanjutnya seraya menambahkan bahwa Rusia sudah melunasi utangnya pada Mei.

AFP melaporkan, Rusia kehilangan jalan terakhir untuk membayar pinjaman mata uang asing setelah Amerika Serikat bulan lalu menghapus ketentuan yang memungkinkan investor AS menerima pembayaran dari Moskwa.

Dikutip dari laman kompas.com, masa tenggang 30 hari untuk pembayaran termasuk bunga sebesar 100 juta dollar AS (Rp 1,48 triliun) berakhir pada Minggu (26/6/2022) malam, dan sebagian besar harus dibayar dalam mata uang asing.

Rusia sudah berusaha melakukan pembayaran, tetapi Kementerian Keuangan pada Senin (27/6/2022) mengatakan bahwa uang itu belum ditransfer ke kreditur.

Sistem dan kliring internasional menerima dana secara penuh di muka, tetapi pembayaran tidak ditransfer ke penerima akhir karena tindakan pihak ketiga,” ungkap Kemenkeu Rusia.

“Tindakan perantara keuangan asing berada di luar kendali kementerian keuangan Rusia,” tambahnya.

Kata para pakar soal Rusia gagal bayar utang

Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di Kremlin di Moskwa, Rusia pada 26 April 2022.

Beberapa pakar tidak merasa Rusia gagal bayar utang termasuk default teknis, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa itu akan memiliki konsekuensi yang luas.

“Default ini penting karena akan berdampak pada peringkat Rusia, akses pasar, dan pembiayaan untuk tahun-tahun mendatang,” terang Timothy Ash ahli strategi pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management.

“Dan itu berarti investasi yang lebih rendah, pertumbuhan yang lebih rendah, standar hidup yang lebih rendah, modal dan dan lingkaran setan penurunan bagi ekonomi Rusia.”

Akan tetapi, Liam Peach ekonom Eropa di kelompok riset Capital Economics mengatakan, Rusia gagal bayar utang adalah peristiwa simbolis yang sepertinya tidak memiliki dampak makroekonomi tambahan.

“Sanksi telah merusak dan mengunci Rusia dari pasar modal global,” ujar Peach dalam catatannya.

Sanksi tersebut termasuk membekukan persediaan Pemerintah Rusia sebesar 300 miliar dollar AS (Rp 4,44 kuadriliun) dalam bentuk cadangan mata uang asing yang disimpan di luar negeri, membuat Moskwa lebih rumit untuk melunasi utang luar negerinya.

Setelah Amerika Serikat menutup celah pembayaran bulan lalu, Rusia bermaksud membayar dalam rubel yang dapat dikonversi ke mata uang asing menggunakan lembaga keuangan Rusia sebagai agen pembayaran, meskipun obligasi tidak mengizinkan pembayaran dalam mata uang lokal.

Rusia gagal bayar utang luar negeri terakhir kali gagal adalah pada 1918, ketika pemimpin revolusioner Bolshevik yaitu Vladimir Lenin menolak mengakui utang besar rezim tsar yang digulingkan.

Kemudian, Rusia gagal bayar utang domestik pada 1998 karena penurunan harga komoditas, berujung anjloknya rubel dan tak bisa melunasi utang yang terakumulasi selama perang pertama di Chechnya.***