DUMAI (PNC Group) – Pembangunan tanggul di sepanjang Sungai Dumai dari Segmen I hingga X yang tengah dikerjakan Dinas PU Kota Dumai dengan anggaran APBD 2025 menuai kritikan. Lembaga lingkungan dan praktisi hukum menilai proyek tersebut dipaksakan dengan dasar kajian yang sudah tidak berlaku.
Direktur Lembaga Penggiat Pemberdayaan Lingkungan Hidup (LP2LH), Fatahuddin, menyebut penggunaan AMDAL tahun 2018 sebagai dasar pembangunan adalah langkah yang berpotensi merusak lingkungan dan melanggar asas kehati-hatian.
“Kondisi lapangan sudah berubah drastis. Debit sungai, pola banjir rob, hingga bentuk kawasan tidak lagi sama. Menggunakan AMDAL lama adalah tindakan berisiko tinggi,” kata Fatah. Rabu (19/11/2025)
Ia menambahkan, pada April 2025 Balai Wilayah Sungai Sumatera III dan Bina Teknik SDA Kementerian PUPR telah menginstruksikan agar dokumen lingkungan diperbarui serta dilakukan kajian ulang antar segmen. Namun arahan itu dinilai tidak dijalankan Pemko.
“Jika arahan pusat saja diabaikan, maka ini bukan kesalahan kecil. Ini kelalaian serius,” tegasnya.
LP2LH juga mengungkap rangkaian proyek sebelumnya yang dinilai tidak ramah lingkungan, mulai dari normalisasi sungai yang merusak mangrove, pembangunan pintu air dan geobag yang mengubah pola arus, hingga konstruksi polder yang diduga menurunkan kualitas air. Dampaknya kini terasa: arus menjadi tidak stabil, terjadi pendangkalan, dan banjir rob semakin sering.
Karena itu, LP2LH meminta proyek dihentikan sementara sampai revisi AMDAL selesai dan dilakukan audit lingkungan secara independen.
Di sisi hukum, Dr (Cand) Eko Saputra, S.H., M.H, menilai penggunaan AMDAL 2018 dalam proyek yang dibiayai APBD dapat digolongkan sebagai maladministrasi.
“UU 32/2009 dan PP 22/2021 jelas mengatur bahwa AMDAL harus sesuai dengan kondisi terbaru. Jika tetap digunakan, maka cacat administrasi dan dapat digugat di PTUN,” ujarnya.
Eko juga menyebut ada potensi pelanggaran lebih jauh, yakni penyalahgunaan kewenangan, kesalahan dalam perencanaan anggaran, hingga risiko pidana apabila berdampak pada kerugian negara. Ia menegaskan setiap pejabat wajib memastikan dasar hukum dan dokumen teknis selalu diperbarui.
Menurutnya, masyarakat yang merasa dirugikan memiliki berbagai jalur hukum, seperti Citizen Lawsuit, gugatan TUN terhadap izin lingkungan, laporan ke Ombudsman, hingga gugatan perdata.
“Hak atas lingkungan sehat dilindungi konstitusi. Warga bisa menuntut jika pemerintah justru merusak,” jelasnya.
Sementara saat dikonfirmasi Kepala Bidang SDA Dinas PU Kota Dumai, Wan Rieko Chandra, S.T., M.T terkait izin Amdal dan dinas apa saja yang dilibatkan dalam tahapan pelaksanaan proyek tersebut, tidak menjawab, sampai berita ini diterbitkan.
Dengan sederet catatan lingkungan dan hukum tersebut, proyek tanggul Sungai Dumai dinilai jauh dari prinsip pemerintahan yang transparan dan berbasis data mutakhir. Minim partisipasi publik, mengabaikan asas kehati-hatian, serta tidak mengikuti arahan pemerintah pusat memperkuat anggapan bahwa proyek ini lebih dikejar target ketimbang direncanakan secara matang.
Warga berharap Pemko Dumai berhenti mengejar citra pembangunan, dan mulai menata kebijakan berdasarkan kajian ilmiah, regulasi yang benar, serta kepentingan masyarakat yang telah puluhan tahun hidup dalam ancaman banjir.
(tim)











