BENGKALIS (PNC Group) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau akhirnya menangkap pengacara kondang asal Rokan Hilir, Zulkifli, pada Senin (08/12/2025) malam di Pekanbaru. Penangkapan dilakukan setelah yang bersangkutan enam kali tidak memenuhi panggilan penyidik terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan Participating Interest (PI) 10 persen Blok Rokan pada PT SPRH.
Menurut pemberitaan Haluanriau, penangkapan dilakukan usai penyidik menetapkan Zulkifli sebagai tersangka melalui gelar perkara dan pemeriksaan lanjutan. Ia diduga terlibat dalam transaksi fiktif jual beli lahan sawit senilai Rp46,2 miliar yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp36,2 miliar.
Aksi penegakan hukum ini bertepatan dengan momentum Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025. Kepala Kejati Riau, Sutikno, menjelaskan bahwa Zulkifli diamankan penyidik sekitar pukul 22.00 WIB di salah satu lokasi di Kota Pekanbaru sebelum kemudian dibawa ke kantor Kejati untuk pemeriksaan intensif.
Karena terus mangkir dari enam kali panggilan resmi, penyidik melakukan penjemputan paksa. Setelah pemeriksaan berlangsung sepanjang malam, status Zulkifli dinaikkan dari saksi menjadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor Tap.Tsk-08/L.4/Fd.2/12/2025 tertanggal 9 Desember 2025.
Dalam konstruksi kasus, Zulkifli diduga berperan sebagai pengacara PT SPRH yang bekerja sama dengan Direktur Utama perusahaan, Rahman, untuk mengatur rekayasa transaksi jual beli lahan sawit seluas 600 hektare. Meski transaksi bernilai besar, lahan tersebut ternyata bukan milik Zulkifli, melainkan tercatat sebagai aset PT Jatim Jaya Perkasa, sehingga keseluruhan transaksi dianggap tidak sah.
Penyidik juga menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk kwitansi senilai Rp10 miliar yang ditandatangani Zulkifli, namun dana tersebut tidak pernah diterimanya dan diduga digunakan untuk menutup ketidaksesuaian laporan keuangan PT SPRH.
Pada tahap berikutnya, dana Rp20 miliar serta Rp16,2 miliar ditransfer ke rekening Zulkifli melalui Bank Riau Kepri Syariah. Dana itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan sebagian disalurkan kepada Rahman. Total kerugian negara mencapai Rp36,2 miliar, bagian dari total kerugian Rp64,22 miliar menurut perhitungan BPKP Riau.
Atas perbuatannya, penyidik menjerat Zulkifli dengan Pasal 2 jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait penyertaan dalam tindak pidana. Kejati Riau juga menerbitkan Surat Perintah Penahanan Nomor PRINT-07/L.4/RT.1/Fd.2/12/2025 dan langsung menahan tersangka.
“Penahanan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan objektif, termasuk risiko tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya. Ia menambahkan bahwa langkah ini mencerminkan komitmen Kejati Riau untuk memperkuat tata kelola keuangan daerah sekaligus memastikan bahwa praktik korupsi tidak mendapat toleransi dalam penegakan hukum,” tegas Kajati. (***)






