Gubernur Riau dan Bengkulu Minta Jokowi Cabut Larangan Ekspor CPO

MEDAN (PNC) – Larangan ekspor crud palm oil (CPO) dan sejumlah bahan baku minyak goreng membuat petani sawit menjerit. Hal ini mendorong dua gubernur yang ada di Pulau Sumatera untuk mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut larangan itu.

Gubernur yang pertama yang mengirimkan surat adalah Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. Rohidin mengatakan akan segera mengirimkan surat permintaan pencabutan larangan ekspor itu.

“Surat rekomendasi permintaan larangan ekspor dicabut kepada Presiden akan segera kita kirimkan, demi para petani sawit, asal pelaku mematuhi kewajiban DMO 20 persen,” ucap Rohidin, Selasa (17/5/2022).

Rohidin berencana mengirimkan surat itu usai melakukan pertemuan dengan asosiasi pengusaha kelapa sawit. Kebijakan Rohidin ini pun mendapatkan dukungan kepala daerah yang ada di wilayah Provinsi Bengkulu.

Melansir detik.com, gubernur kedua yang menyurati Jokowi adalah Gubernur Riau Syamsuar. Selangkah lebih cepat dari Rohidin, Syamsuar mengaku sudah mengirimkan surat permintaan untuk mengkaji ulang larangan ekspor ke Jokowi.

“Kami sudah mengajukan permohonan kepada Bapak Presiden kiranya dapat meninjau kembali. Sehingga persoalan ini dapat diatasi,” kata Syamsuar, Selasa (17/5).

Syamsuar turut memberikan beberapa alasan dalam surat itu. Mulai dari harga anjlok, kemungkinan tangki timbun penuh hingga TBS tidak laku dijual.

“Pertama soal harga terus menurun. Kedua soal kemungkinan tangki timbun penuh, kalau penuh berarti PKS tak bisa produksi dan tidak bisa beli TBS,” katanya.

Pengiriman surat itu bukan tanpa alasan. Sejumlah petani yang ada di Riau menjerit karena harga TBS murah usai adanya larangan ekspor tersebut.

Salah satunya dirasakan David Sianturi yang merupakan petani sawit asal Kabupaten Kuantan Singingi. David mengaku harga sawit anjlok drastis pada tingkat petani mandiri.

“Sebelum larangan ekspor CPO oleh Pak Presiden, harga masih Rp 3 ribu lebih. Ini sekarang tinggal Rp 1.000, bahkan harga ada yang di bawah Rp 1.000,” kata David, Selasa (17/5/2022).

Akibat anjloknya harga TBS sawit, petani mulai merana. Sebab harga sawit anjlok, tapi harga pupuk kimia masih bertahan di harga tertinggi yakni Rp 600-800 ribu/karung 50 Kg.

“Kita mirisnya itu harga sawit turun. Tetapi lihat harga pupuk masih tinggi, mana bisa petani memupuk lagi. Harga sawit tingkat petani sudah tidak imbang untuk membeli pupuk,” katanya.***