JAKARTA (PNC) – Sejak migrasi siaran televisi analog ke digital (analog switch-off/ASO) mulai diberlakukan, kanal alias channel TV digital, terutama siaran swasta, yang dapat dinikmati masyarakat terbatas. Kok bisa? Bukannya televisi digital mestinya jadi lebih canggih?
Keterbatasan siaran televisi digital, terutama siaran televisi swasta, tampak jelas saat ASO tahap I untuk tiga wilayah layanan siaran di delapan kabupaten kota.
Yakni, Riau-4 (Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, dan Kepulauan Meranti); wilayah siaran NTT-3 (Kabupaten Timor Tengah Utara, Belu, dan Malaka); dan wilayah siaran Papua Barat-1 (Kota Sorong dan Kabupaten Sorong).
Kanal TV Digital Terbatas, Kominfo Akui Masih ‘Hold’ Izin Siaran Dari delapan daerah itu, cuma dua wilayah yang bisa menerima siaran swasta, itu pun cuma satu stasiun televisi, yakni Kompas TV. Sisanya, TVRI dan TVRI lokal.
“Memang TV Swasta anggota ATVSI tidak punya izin siaran analog didelapan wilayah tersebut sehingga tidak bisa otomatis bersiaran digital. Harus menunggu peluang usaha dari Kominfo agar bisa mengurus izin siarannya,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/5).
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menerapkan migrasi televisi analog ke televisi digital di 112 layanan siaran alias multiplexing (mux) dalam tiga tahap.
Contohnya, wilayah layanan siaran Papua-1 terdiri dari Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Kota Jayapura; Riau-1 terdiri dari Kabupaten Kampar, dan Kota Pekanbaru.
Kominfo Pilih Pendekatan Ketimbang Sanksi Stasiun TV Ogah Digital
ATVSI mengungkapkan, kepada stasiun televisi, Pemerintah menerapkan izinnya, yakni Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), secara terpisah berdasarkan per wilayah layanan siaran.
Tarifnya pun dibedakan untuk masing-masing zona. Misalnya, IPP di zona I (contohnya Jakarta) dipatok Rp43,5 juta, zona II (contohnya Bandar Lampung) Rp30 juta, zona III Rp20 jutaan, zona IV Rp10 jutaan, dan zona V Rp4 jutaan.
Anggota Komisi I DPR Junico Bp Siahaan mengungkapkan izin sewa saluran TV digital itu dibayar lewat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dipungut oleh TVRI. Nilainya bisa mencapai Rp25 juta per bulan.
“Harga yang ditetapkan oleh pusat itu hampir sama sekitar Rp25 jutaan per bulan yang bisa menyerap Rp250 sampai Rp300 juta per tahun TV swasta. TV lokal disuruh bayar segitu. Menurut saya enggak fair lah,” cetus politikus yang lebih dikenal dengan Nico Siahaan itu.
Dengan kondisi ini, berdasarkan data ATVSI, sejumlah televisi swasta nasional belum bisa tayang secara merata di 112 wilayah siaran karena belum mendapt izin tersebut. Berikut rinciannya:
- Grup Surya Citra Media (SCTV dan Indosiar)
– Jangkauan siaran digital: 49 wilayah layanan siaran di 21 propinsi.
– Wilayah belum terjangkau karena masih nihil izin IPP: Sumatera Barat, Riau, Lampung, Bangka Belitung, Bali, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua.
- Grup MNC (RCTI, MNC TV, GTV)
– Jangkauan: 56 wilayah layanan di 20 provinsi.
– Wilayah belum terjangkau: Sumbar, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Lampung, Banten, Bali, NTB, Malut, Sulawesi Tenggara, Sulut, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua Barat.
- Media Group (Metro TV)
– Jangkauan: 71 wilayah layanan di 20 provinsi.
– Wilayah belum terjangkau: Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Kalbar, Kalteng, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulbar, Maluku, Malut, Papua, Papua Barat, Kepulauan Riau.
- Transmedia (Trans TV dan Trans 7)
– Jangkauan: 48 wilayah layanan di 21 provinsi.
– Daerah tak terjangkau: Sumbar, Bengkulu, Lampung, Babel, Bali, NTT, NTB, Sulteng, Sulsel, Sultra, Sulbar, Maluku, Papua Barat.
- Viva Group (ANTV dan TV One)
– Jangkauan: 38 wilayah layanan di 16 provinsi.
– Belum menjangkau: Kepri, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Babel, NTB, NTT, Kalbar, Kalteng, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar, Malut, Papua, Papua Barat.
“Makanya kami usul dipermudah saja, tidak perlu menunggu dibukanya peluang usaha. Ini supaya masyarakat bisa merasakan salah satu manfaat digitalisasi penyiaran yaitu tersedia pilihan tontonan televisi FTA (free to air/siaran gratis),” lanjut Gilang.
DPR Ungkap Warga Resah Isu TV Digital Berbayar, Kominfo Evaluasi
Survei Mobile Internet: Telkomsel Terlaris, Keluhan Terbanyak Lemot
Starlink Elon Musk Layani Jaringan Tetap Tertutup RI, Apakah itu?
Kominfo Sebut Layanan Starlink Elon Musk di Indonesia Bukan Internet
Merespons hal ini, Kominfo mengaku memang belum membuka izin siaran digital lagi hingga tenggat akhir ASO.
“Kata siapa? Kita belum pernah buka izin kok, sementara ini kita hold (tunda) dulu,” kata Plt. Direktur Jendral Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo Ismail,Selasa (28/6), di Jakarta.
“Masih tunggu prosesASO selesai 2 November, baru urusan konten kita buka izin,” sebut Ismail.
Diketahui, ASO tahap pertama dimulai pada 30 April 2022, tahap kedua pada 25 Agustus 2022, ASO tahap ketiga selambat-lambatnya pada 2 November 2022.
Soal kritik terhadap besaran sewanya, Kominfo mengaku akan melakukan evaluasi.
“Kementerian Kominfo menetapkan standar atau pengenaan peraturan yang berkenaan dengan ASO sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jadi saya rasa kami mengapresiasi masukan dari DPR dan kami akan melakukan evaluasi untuk itu,” kata Dedy Permadi, Juru Bicara Kominfo di kantor Kominfo, Jakarta, Rabu (22/6).***