PEKANBARU (PNC) – Sejak perselisihan dualisme kepengurusan, Balai adat LAM Riau masih digembok oleh pihak Syahril Abubakar.
Hal ini membuat Asisten I Setdaprov Riau, bersama beberapa perangkat OPD terkait—diantaranya Inspektorat, Diskominfo, Dinas Kebudayaan, Biro Hukum, Biro Umum, BPKAD dan Satpol PP, terpaksa harus menggelar rapat di luar gedung Balai Adat Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR).
Untuk diketahui, pertemuan yang awalnya akan digelar di dalam gedung ini, akan membahas mengenai aset yang ada di Balai Adat tersebut. Namun beberapa kali upaya meminta kunci gedung Balai Adat ke pihak Syahril Abubakar tak membuahkan hasil.
Karena mendapati pintu-pintu gedung LAMR masih terkunci, Asisten I beserta rombongan cuma bisa berada di luar gedung. Asisten I bahkan sempat mengungkapkan kegusarannya.
“Apakah tidak bisa dibongkar,” kata Masrul, Rabu (15/6/2022).
Namun demikian, Masrul tetap meminta pengambilalihan gedung LAMR tetap dengan cara baik. Namun prinsipnya penegakan Perda tetap berjalan.
“Status kepemilikan gedung LAMR tetap di bawah pengawasan Dinas Kebudayaan Riau. Jadi hari ini kami tidak bisa masuk. Rencana rapat juga tak bisa. Kami mandatkan kepada Dinas Kebudayaan mencari kunci atau menggandakannya,” ujarnya.
Masrul menegaskan hasil dari pertemuan tersebut, menyatakan bahwa semua aset barang di Balai Adat sudah dilakukan pencatatan oleh pihak terkait. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan penelusuran, tentunya sesuai dengan ketentuan dan prosedur berlaku.
“Yang jelas, kami berkirim surat dulu setidaknya sampai 3 kali. Setelah itu baru akan dilakukan langkah lanjutan oleh pihak Satpol PP dalam rangka penegangan Perda-nya,” cakap Masrul Kasmy.
“Jadi, karena kami tim dari Pemprov Riau belum dapat masuk ke Balai Adat, karena kuncinya belum ada, maka dimandatkan kepada pengguna barang untuk mencari, atau boleh menggandakan kunci dengan dibantu oleh Satpol PP. Setelah itu, kalau memang mau dilakukan rapat lanjutan, ya akan kita lakukan. Jadi hari ini, kami belum bisa rapat di dalam, yang jelas semua aset sudah terdata,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Yoserizal mengatakan, sebagai pihak pengguna barang, sebelumnya sudah dihubungi pengelola aset di LAMR, termasuk menyampaikan maksud dan tujuan digelarnya rapat tersebut.
Namun pada kenyataannya, pihak pengelola yakni pengurus LAMR sebelumnya belum bersedia untuk menyerahkan kunci gedung, sehingga Balai Adat hingga kini belum bisa dibuka.
“Lucu saja rasanya, Pak Asisten. Kita yang punya barang, tapi kita pula yang tak bisa menguasai. Jujur, malu kami sebagai tuan rumah. Tapi itu lah, orang Melayu cuma bisa malu saja. Saat kami menghubungi pengelola aset dan menyampaikan kalau Pak Asisten ngajak rapat, mereka bilang kata pimpinan mereka ‘belum boleh, karena belum selesai sama inspektorat’. Itu alasan mereka. Kami merasa malu dengan Pak Asisten terkait hal ini,” tukas Yoserizal dikutip dari laman cakaplah.com.***