PEKANBARU (PNC) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut tiga petinggi PT Wijaya Karya (Wika)/Sumindo JO dengan hukuman 5 hingga 5,5 tahun penjara. Para terdakwa terbukti melakukan korupsi proyek pembangunan jalan lingkar Bengkalis tahun 2013-2015 dan memperkaya sejumlah pejabat di Dinas PUPR setempat.
Terdakwa adalah I Ketut Suarbawa selalu Manager Wilayah 2 PT Wika/Sumindo JO, Didiet Hadianto selaku Project Manager PT Wika-Sumindo JO dan Firjan Taufa selaku Marketing staf PT Wika. Tuntutan dibacakan JPU di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (23/5/2022) sore.
JPU menyatakan ketiga terdakwa terbukti bersalah sebagaimana Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
JPU menuntut I Ketut Suarbawa lebih tinggi dari dua terdakwa lainnya. “Menyatakan Terdakwa I Ketut Suarbawa terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primair. Menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan,” kata JPU Tonny Frengky Pangaribuan dan Surya Darma dilansir cakaplah.com.
Selain penjara, JPU juga menuntut I Ketut Suarbawa untuk membayar denda sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan jika denda tidak dibayarkan dapat diganti kurungan badan selama 4 bulan.
Untuk terdakwa Didiet Hadianto dan Firjan Taufa, JPU menuntut hukuman penjara masing-masing selama 5 tahun. Keduanya juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan badan.
Atas tuntutan itu, para terdakwa mengajukan pembelaan atau pledoi. Majelis hakim yang diketuai Dahlan mengagendakan persidangan pada pekan mendatang. “Silahkan terdakwa maupun penasehat hukum menyiapkan pembelaan,” kata hakim.
Dalam dakwaan JPU, disebutkan perbuatan dugaan korupsi dilakukan terdakwa I Ketut Suarbawa, Didiet Hadianto, Firjan Taufa dan Petrus Edy Susanto selaku Ketua Dewan Direksi PT Wika- Sumindo.
Juga bersama-sama dengan M Nasir selaku Kepala Dinas PUPR Bengkalis merangkap Pejabat Pembuat Komitmen dan Thirta Adhi Kazmi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan pada Kegiatan Proyek Peningkatan Jalan Lingkar Pulau Bengkalis Tahun Anggaran 2013-2015.
Terungkap, tindakan terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain dan koorporasi dalam proyek multiyears tersebut. Uang mengalir ke M Nasir sebesar Rp2.034.921.000, Tirtha Adhi Kazmi Rp400 juta, Tarmizi dan anggota tim Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak (P3K) sebesar Rp70 juta, Ngawidi dan anggota tim Pemeriksa dan Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) sebesar Rp500 juta.
Kemudian memperkaya Maliki selaku Kasubag Keuangan sebesar Rp12 juta, Ady Chandra (bendahara pengeluaran) sebesar Rp2,5 juta, Tajul Mudaris dan tim Eskalasi Harga sebesar Rp70 juta, Petrus Edy Susanto sebesar Rp33.964.404.731,80, dan PT Wika sebesar Rp22.642.936.487,87.
“Tindakan itu merugikan keuangan negara Rp59.696.762.219,67,” kata JPU.
Peristiwa pemberian uang tersebut selalu dibahas dalam rapat bulanan Komite Manajemen, yang dihadiri Petrus Edy Susanto, I Ketut Suarbawa, Agus Lita dan Didiet Hadianto. Disebutkan, Petrus Edy Susanto biasanya menjadi penentu dalam pengambilan keputusan.
“Hasilnya dilaporkan kepada I Ketut Suarbawa dan Petrus Edi Susanto,” kata JPU.
Diterangkan JPU, setelah dikurangi pemberian uang ke sejumlah pejabat Dinas PU Bengkalis, pembayaran pekerjaan proyek Peningkatan Jalan Lingkar Pulau Bengkalis yang diterima PT Wika-Sumindo Jo tercatat sebagai keuntungan 40 persen atau setara Rp22 miliar lebih untuk PT Wika dan 60 persen atau setara Rp33 miliar lebih untuk PT Sumindo yang diwakili Petrus Edi Susanto.
Aliran dana terjadi saat pengajuan adendum kedua. Kejadian itu berawal, pada Oktober 2014 terjadi deviasi pekerjaan sehingga Kadis PU Bengkalis kali itu, M Nasir meneken surat persetujuan revisi schedule yang bertujuan memperlambat progres rencana pencapaian kumulatif pelaksanaan pekerjaan.
Namun, deviasi pada Juli 2015 masih terjadi bahkan meningkat pada Agustus 2015. Sesuai SSUK, maka kontrak dalam kondisi kristis karena sudah melewati 5 persen sehingga harus dilakukan show cause meeting (SCM) atau pemutusan kontrak. Namun, Tirtha Adhi Kazmi maupun M Nasir menyetujui usulan adendum.
Terkait pengajuan adendum tersebut, pada Agustus 2014, Didiet Hadianto memberikan uang pada
Tarmizi Rp20 juta, Dwi Prakoso Mudo Rp60 juta sebagai staf PT Wika. Kemudian, Agustus 2015, Afrinsyah Pasaribu dari staf PT Wika menyerahkan uang sebesar Rp50 juta.
“Sehingga total keseluruhan Rp70 juta dibagi-bagi ke semua anggota Tim P3K yaitu Tarmizi Rp16 juta, Syafrizan Rp15 juta, Edi Sucipto, Wandala Adi Putra dan Rafiq Suhanda masing-masing menerima Rp13 juta,” terang JPU.
Kemudian, aliran dana ke pejabat Dinas PU Bengkalis saat serah terima pekerjaan atau privisonal hand over (PHO), Ngawidi dan Tim PPHP menolak menandatangani berita acara serah terima (BAST), bahwa diketahui PT Wika- Sumindo Jo belum menyelesaikan pekerjaan dan dipastikan tidak akan selesai 100 persen hingga batas akhir kontrak.
Meskipun Tim PPHP belum menandatangani, M Nasir selaku Pengguna Anggaran, mencairkan anggaran termin terakhir, yang diteken Tirta Adhi Kazmi atas pengajuan Didiet Hadianto dan I Ketut Suarbawa, termasuk pencairan jaminan pemeliharaan (retensi).
Atas penandatanganan tersebut, Didiet Hadianto memberikan uang ke Tim PHP Rp500 juta yang diserahkan Dwi Prakoso Mudo alias Pras dan Faisal Hendrawan ke Ngawidi untuk dibagikan ke Tim PHP masing-masing yaitu Ngawidi menerima sebesar Rp275 juta, Ardiansyah menerima Rp75 juta, Agus Syukri menerima Rp30 juta, Lufti Hendra Kurniawan menerima Rp30.juta, Lukman Hakim menerima sebesar Rp30 juta, Safari menerima sebesar Rp30 juta dan Muhammad Rafi menerima sebesar Rp30 juta.
Selanjutnya, Didiet Hadianto kembali menyerahkan uang ke Tirta Adhi Kazmi sebesar Rp400 juta terkait pengajuan pada dokumen progres pekerjaan atau Monthly certificate (MC). Penandatangani dokumen MC tidak sesuai dengan tanggal yang tercantum alias tanggal mundur karena baru ditandangani Tirta Adhi Kazmi saat PT Wika-Sumindo Jo mengajukan permohonan termin pembayaran tanpa dilakukan pengecekan pekerjaan sehingga terjadi keterlambatan atau deviasi.
“Uang Rp400 juta diserahkan langsung Didiet Hadianto ataupun diserahkan Dwi Prakoso Mudo dan Arfinsyah Pasaribu dilakukan secara bertahap sebanyak 4 kali. Pertama Rp50 juta sekitar September 2014, kedua, sebesar Rp50 juta sekitar November 2014, ketiga sebesar Rp200 juta sekitar bulan Mei 2015 dan terakhir sekitar Mei 2015 sebsar Rp100 juta,” terang JPU.
Sementara itu, dalam proses pengurusan pencairan termin pembayaran, Didiet Hadianto juga memberikan uang ke Kasubag Keuangan PU Bengkalis, Maliki Rp12 juta. Selanjutnya, juga diberikan ke Ady Chandra selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PU sebesar Rp2.5 juta.
Didiet Hadianto juga memberikan uang ke Kadis PU, M. Nasir merangkap PPK dalam bentuk mata uang dollar Amerika dan rupiah beberapa kali atau secara bertahap, jumlah seluruhnya Rp2 miliar lebih. Selain itu, Didiet Hadianto juga memberikan uang ke Tim Eskalasi Perhitungan Penyesuaian harga satuan yang diterima oleh Tajul Mudaris. ***