JAKARTA (PNC)—Program vaksinasi untuk anak berusia 6-11 tahun sudah berjalan. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian vaksin Coronovac ® pada anak golongan usia 6 tahun ke atas, diberikan secara intramuskular dengan dosis 3ug (0,5 ml) sebanyak dua kali pemberian dengan jarak dosis pertama ke dosis kedua yaitu 4 minggu. Dosis ini sama dengan yang diberikan pada orang dewasa.
Konsep vaksin pada anak adalah kekebalan komunal atau herd immunity serta memutus pandemi. Dengan vaksin kita berusaha memutus rantai penularan sehingga anak tidak menularkan pada keluarga yang mungkin memiliki komorbid.
Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso Sp.A. (K), orangtua tidak perlu ragu memberikan vaksinasi COVID-19 pada anaknya. Selain imunogenitas atau kemampuan vaksin memicu respon imun tubuh pada anak tinggi yaitu sekitar 94%. “Salah satu kelebihan Coronovac ® dengan dosis yang sama dengan dosis dewasa, renspon kekebalannya tinggi, efek sampingnya tidak banyak.”
Melansir femina.co.id, lebih lanjut ia mengatakan, menurut studi efek samping vaksin COVID-19 pada anak sekitar 4%, bersifat lokal seperti nyeri atau demam. Bila ini terjadi, orangtua bisa memberikan pereda nyeri seperti parasetamol atau ibuprofen.
“Tapi hanya jika muncul gejala, jangan minum sebelum terjadi apa-apa. Observasi saja, suhu 38 lebih. Kalaupun tidak dikasih obat, cukup istirahat dan minum banyak air.”
Ia meyakinkan orangtua juga tak perlu khawatir pada pertumbuhan anak. Vaksin bertujuan merangsang antibodi, tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan. Pertumbuhan anak terutama tinggi badan, stunting atau tidak, itu hubungannya dengan nutrisi, terutama asupan asam amino esensial.
Yang perlu diperhatikan orangtua, apakah KIPI-nya diakibatkan vaksin atau sebab lain. Karena itu vaksin COVID-19 juga disarankan berjarak satu bulan dari vaksin rutin anak.
Selain itu, seperti dijelaskan dr. Piprim, ada beberapa kondisi dimana anak tidak bisa diberikan vaksin COVID-19, antara lain:
1 Anak memiliki gangguan kekebalan tubuh primer yaitu tidak terbentuk kekebalan tubuhnya.
2 Anak dengan penyakit autoimun tidak terkontrol, seperti penyakit Sindrom Gullian Barre, mielitis transversa, acute demyelinating encephalomyelitis.
3 Anak pengidap kanker yang sedang menjalani kemoterapi/radioterapi dosis tinggi.
4 Anak yang mengalami sakit ginjal kronik dan mengkonsumsi imunosupresan atau kortikosteroid dosis tinggi.
5 Vaksin juga tidak bisa diberikan saat anak sedang demam atau sedang sesak.
“Tapi beberapa kasus pada penyakit kronik yang terkendali seperti anak yang mengalami gangguan jantung tapi telah dioperasi atau sedang menunggu operasi, dan kondisinya oke-oke saja, anak-anak seperti ini justru lebih butuh vaksin, karena mereka lebih rentan dibanding anak-anak sehat, “ujar dr. Piprim.
Begitu juga dengan kondisi anak lain. Misal, epilepsi. Jika epilepsi terkendali dengan obat-obatan atau pola makan, apalagi kalau sudah lama tidak kejang, ini bukan halangan untuk vaksin. Demi kehati-hatian dan guna menghindari keraguan baik pada orangtua maupun petugas vaksin, ia menyarankan orangtua untuk berkonsultasi pada dokter yang merawat untuk mendapat surat keterangan layak vaksinasi.
Sedangkan bagi anak yang pernah terinfeksi COVID-19, seperti juga orang dewasa, vaksin baru bisa diberikan tiga bulan setelah sembuh. (*/*)